CINTA HAKIKI
08.34
By
Muhammad Akbar
Tausiyah
0
komentar
Oleh: Al Ustadz
Dzulqarnain
Mencermati perjalanan kata “cinta” di tengah manusia
adalah suatu hal yang mengherankan bagi penuntut kehidupan kekal abadi,
pengelana ke negeri akhirat. Dalam kehidupan ini, banyak insan rela untuk
berkorban bagi siapa yang dia cintai, tidak peduli dengan rintangan yang harus
dihadapi guna membuat yang dia cintai tenang dan bahagia. Betapa dia memberikan
perhatian kepada kecintaannya dan berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Terasa hatinya gundah-gulana tatkala yang dicintainya dirundung duka dan
kesedihan. Atau amatlah besar kepedihan hati dan kesengsaraan tatkala dia
mendapatkan dari yang dia cintai ada yang selain dari apa yang dia harapkan.
Memang merupakan tabiat manusia untuk mencintai siapa
yang berbuat baik kepadanya, atau paling tidak membalas budi kepadanya, dan ini
adalah dasar pokok tumbuhnya cinta pada sebagian manusia kepada sebahagian
lainnya. Namun, bukankah segala nikmat dan kebaikan yang dia dapatkan dari
orang yang dicintainya adalah berasal dari Allah?
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari
Allah-lah (datangnya), dan bila kalian ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya
kepada-Nyalah kalian meminta pertolongan.” [An-Nahl: 53]
Adakah suatu nikmat yang dia berikan kepada orang yang
dia cintai tidak berasal dari Allah ‘Azza wa Jalla, sedang dia
mengetahui bahwa hanya milik Allah-lah segala yang di langit dan di bumi?
Inilah letak keheranan sekaligus renungan pelajaran
dalam samudra kehidupan yang penuh dengan cobaan dan godaan ini.
Pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa tiada
kebahagiaan dan keberuntungan yang lebih besar dari kecintaan kepada Allah.
Itulah surga dunia dan kenikmatan hakiki.
Kecintaan kepada Allah adalah kenikmatan jiwa,
kehidupan ruh, kegembiraan diri, energi hati, cahaya akal, penyejuk mata dan
kemakmuran batin. Tiada hal yang lebih nikmat dan lebih sejuk bagi hati yang
sehat, jiwa yang baik, dan akal yang jernih dari kecintaan kepada Allah, rindu
untuk beribadah kepada-Nya dan berjumpa dengan-Nya.
Kecintaan kepada Allah ialah ruh kehidupan, siapa yang
luput darinya maka tergolong ke dalam bangkai-bangkai yang berjalan. Ia adalah
cahaya, siapa yang tidak berbekal dengannya maka dia akan berada dalam lautan
kegelapan. Ia adalah penyembuh, siapa yang tidak memilikinya maka hatinya akan
terjangkit oleh seluruh penyakit. Dan ia adalah kelezatan, siapa yang tidak
menemukannya maka hidupnya hanya sekedar gundah gulana dan kepedihan.
Kecintaan kepada Allah inilah yang mengantarkan hamba
kepada negeri yang hanya dapat dicapai setelah menjalani berbagai rintangan dan
kesulitan. Dan dengan cinta inilah, seorang hamba meraih kedudukan dan derajat
yang didambakan oleh setiap hamba yang shalih.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ
كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ
إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ
يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada tiga perkara, yang barangsiapa perkara-perkara
tersebut terdapat padanya, maka dia akan merasakan kelezatan iman, (yaitu)
hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya, hendaknya
dia cinta kepada seseorang, tidaklah dia mencintainya kecuali karena Allah dan
hendaknya dia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci untuk
dilemparkan ke dalam neraka.”
Membahas masalah kecintaan kepada Allah adalah
menyibak samudra yang sangat luas. Namun cukuplah di sini kita mengisyaratkan
akan tiga hal.
Kecintaan kepada Allah adalah pondasi ibadah.
Berkata Ibnu Taimiyah, “Kecintaan kepada Allah, bahkan
kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya termasuk kewajiban yang paling agung,
dasarnya yang paling besar dan pondasinya yang mulia. Bahkan dia adalah dasar
setiap amalan, dari berbagai amalan keimanan dan agama.”
Ibnul Qayyim bertutur pula, “Pondasi ibadah adalah
cinta kepada Allah. Bahkan mengesakan Allah adalah dengan kecintaan itu, di
mana segala cinta hanya untuk Allah. Tidak boleh selain Allah dicintai bersama
Allah. Akan tetapi kecintaannya hendaknya karena Allah dan pada Allah,
sebagaimana dia mencintai para nabi dan rasul, para malaikat dan para wali.
Kecintaannya kepada mereka adalah dari kesempurnaan kecintaannya kepada Allah
dan bukan cinta kepada mereka bersama Allah.”
Maksudnya bahwa segala cinta itu hanya untuk Allah.
Bila seorang hamba memberi cinta kepada makhluk, maka kecintaan tersebut juga
karena Allah dan karena melaksanakan perintah-Nya, sebagaimana seorang mukmin
cinta kepada para nabi, para malaikat, kaum mukminin dan selainnya. Adapun
siapa saja yang mencintai makhluk dengan cinta ibadah, atau di samping cinta
kepada Allah dia juga mencintai makhluk maka hal tersebut tergolong
perbuatan kesyirikan yang mengeluarkan pelakunya dari keislaman, sebagaimana
dalam firman Allah,
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaa-Nya (niscaya mereka
menyesal).” [Al-Baqarah:
165]
Tanda-tanda Cinta kepada Allah
Berikut ini beberapa ayat yang menjelaskan tanda-tanda
kecintaan kepada Allah.
Di antaranya adalah firman Allah,
“Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Âli ‘Imrân: 31]
Ayat ini menjelaskan bahwa tanda kecintaan seorang
hamba kepada Allah dengan mengikuti Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wa sallam
dalam segala tuntunan dan syariat yang beliau bawa, secara zhahir maupun
bathin.
Selanjutnya, firman Allah Ta’âlâ,
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara
kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap
lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada
celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha
Mengetahui.” [Al-Mâ`idah:
54]
Dalam ayat ini terdapat empat tanda kecintaan hamba
kepada Allah:
Pertama, dia berlemah lembut kepada sesama mukmin.
Kedua, dia bersikap keras dan benci kepada orang-orang
kafir.
Ketiga, dia berjihad di jalan Allah dengan segala
kemampuannya, baik dengan harta, lisan, badan maupun hatinya.
Keempat, dia tidak takut terhadap celaan manusia dalam
menjalankan perintah-perintah Allah ‘Azza wa Jalla.
Selain itu, dari tanda kecintaan kepada Allah Subhânahu
wa Ta’âla adalah mendahulukan Allah dan Rasul-Nya di atas segala perkara.
Allah Jalla Sya’nuhu berfirman,
“Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat-tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya,” Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [At-Taubah: 24]
Dari tanda kecintaan hamba kepada Allah adalah benci
kepada apa yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sebab-sebab Penumbuh Cinta kepada Allah
Ibnul Qayyim rahimahullâh menyebutkan sepuluh
sebab yang akan menumbuhkan dan menambah rasa cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.
Berikut sepuluh sebab tersebut.
1.Membaca Al-Qur`ân
dengan tadabbur dan memahami maknanya.
2.Memperbanyak ibadah
nafilah (sunnah) setelah menunaikan ibadah-ibadah wajib.
3.Memperbanyak dzikir
kepada Allah dalam segala keadaan.
4.Lebih mendahulukan
pelaksanaan dari apa yang dicintai oleh Allah, walaupun hal tersebut menyelishi
hawa nafsunya.
5.Membawa hati untuk
mencermati nama-nama dan sifat-sifat Allah dan menelusuri taman-tamannya.
6.Menyaksikan kebaikan,
kebajikan dan nikmat-nikmat Allah kepada makhluk-Nya.
7.Menundukkan diri di
hadapan Allah Subhânahu wa Ta’âla.
8.Berkhalwat dan
bermunajad kepada-Nya di waktu malam, terkhusus pada sepertiga malam terakhir.
9.Duduk dengan
orang-orang shalih.
10.Menghindari segala sebab yang bisa
memisahkan antara hatinya dengan Allah ‘Azza wa Jalla.
Tentunya sepuluh sebab di atas bersumber dan dari
berbagai keterangan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang-orang
yang senantiasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan beramal dengan ketaatan. Wallâhu
Ta’âla A’lam.
Sumber: almadinah.or.id
0 komentar: