Mitos Valentine Day
08.32
By
Muhammad Akbar
Tausiyah
0
komentar
14 Februari, adalah tanggal yang telah
lekat dengan kehidupan muda-mudi kita. Hari yang lazim disebut Valentine Day ini, konon adalah momen
berbagi, mencurahkan segenap kasih sayang kepada “PASANGAN” nya masing-masing
dengan memberi hadiah berupa coklat,
permen, mawar, dan lainnya. Seakan tak terkecuali, remaja Islam pun turut
larut dalam ritus tahunan ini, meski tak pernah tahu bagaimana akar sejarah
perayaan ini bermula.
Sesungguhnya Allah Subahanahu
wa Ta’ala telah memilih Islam sebagai agama bagi kita, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali
‘Imran: 19)
Allah Subahanahu wa Ta’ala
juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain Islam.
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ
يَسْمَعُ بِي يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ
بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang
mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati dalam
keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya, kecuali dia
termasuk penghuni neraka.”
Semua agama yang ada di masa
ini selain Islam adalah agama yang batil. Tidak bisa menjadi (jalan) pendekatan
kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala. Bahkan bagi seorang hamba, agama-agama itu
tidaklah menambah kecuali kejauhan dari-Nya, sesuai dengan kesesatan yang ada
padanya.
Telah lama, tersebar suatu
fenomena yang menyedihkan di kalangan banyak pemuda-pemudi Islam. Fenomena ini
merupakan bentuk nyata sikap taqlid (membebek) terhadap kaum Nasrani, yaitu
Hari Kasih Sayang (Valentine Day). Berikut ini secara ringkas akan dipaparkan
asal-muasal perayaan tersebut, perkembangannya, tujuan serta bagaimana
seharusnya seorang muslim menyikapinya.
Asal Muasal
Perayaan ini termasuk salah
satu hari raya bangsa Romawi paganis (penyembah berhala), di mana penyembahan
berhala adalah agama mereka semenjak lebih dari 17 abad silam. Perayaan ini
merupakan ungkapan dalam agama paganis Romawi kecintaan terhadap sesembahan
mereka.
Perayaan ini memiliki akar
sejarah berupa beberapa kisah yang turun-temurun pada bangsa Romawi dan kaum
Nasrani pewaris mereka. Kisah yang paling masyhur tentang asal-muasalnya adalah
bahwa bangsa Romawi dahulu meyakini bahwa Romulus
–pendiri kota
Roma– disusui oleh seekor serigala betina, sehingga serigala itu memberinya
kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Bangsa Romawi memperingati peristiwa ini
pada pertengahan bulan Februari setiap tahun dengan peringatan yang megah. Di
antara ritualnya adalah menyembelih seekor anjing dan kambing betina, lalu
dilumurkan darahnya kepada dua pemuda yang kuat fisiknya. Kemudian keduanya
mencuci darah itu dengan susu. Setelah itu dimulailah pawai besar dengan kedua
pemuda tadi di depan rombongan. Keduanya membawa dua potong kulit yang mereka
gunakan untuk melumuri segala sesuatu yang mereka jumpai. Para
wanita Romawi sengaja menghadap kepada lumuran itu dengan senang hati, karena
meyakini dengan itu mereka akan dikaruniai kesuburan dan melahirkan dengan
mudah.
Apa Hubungan ST. Valentine dengan Perayaan Ini?
Versi I: Disebutkan bahwa St. Valentine adalah
seorang yang mati di Roma ketika disiksa oleh Kaisar Claudius sekitar tahun 296
M. Di tempat terbunuhnya di Roma, dibangun sebuah gereja pada tahun 350 M untuk
mengenangnya.
Ketika bangsa Romawi memeluk
Nasrani, mereka tetap memperingati Hari Kasih Sayang. Hanya saja mereka
mengubahnya dari makna kecintaan kepada sesembahan mereka, kepada pemahaman
lain yang mereka istilahkan sebagai martir kasih sayang, yakni St. Valentine,
sang penyeru kasih sayang dan perdamaian, yang –menurut mereka– mati syahid
pada jalan itu.
Di antara aqidah batil mereka
pada hari tersebut, dituliskan nama-nama pemudi yang memasuki usia nikah pada
selembar kertas kecil, lalu diletakkan pada talam di atas lemari buku. Lalu
diundanglah para pemuda yang ingin menikah untuk mengambil salah satu kertas
itu. Kemudian sang pemuda akan menemani si wanita pemilik nama yang tertulis di
kertas (yang diambilnya) selama setahun. Keduanya saling menguji perilaku
masing-masing, baru kemudian mereka menikah. Bila tidak cocok, mereka
mengulangi hal yang serupa tahun mendatang.
Para pemuka agama Nasrani
menentang sikap membebek ini, dan menganggapnya sebagai perusak akhlak para
pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini pun dilarang di Italia. Dan tidak
diketahui kapan perayaan ini dihidupkan kembali.
Versi II: Bangsa Romawi di masa paganis dahulu merayakan sebuah hari raya yang
disebut hari raya Lupercalia1. Ini adalah hari raya yang sama seperti pada
kisah versi I di atas. Pada hari itu, mereka mempersembahkan qurban bagi
sesembahan mereka selain Allah Subahanahu wa Ta’ala. Mereka meyakini bahwa
berhala-berhala itu mampu menjaga mereka dari keburukan dan menjaga binatang
gembalaan mereka dari serigala.
Ketika bangsa Romawi memeluk
agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II berkuasa pada abad ketiga, dia melarang
tentaranya menikah. Karena menikah akan menyibukkan mereka dari peperangan yang
mereka jalani. Maka St. Valentine menentang peraturan ini, dan dia menikahkan
tentara secara diam-diam. Kaisar lalu mengetahuinya dan memenjarakannya,
sebelum kemudian dia dihukum mati.
Versi III: Kaisar Claudius II adalah penyembah berhala, sedangkan Valentine
adalah penyeru agama Nasrani. Sang Kaisar berusaha mengeluarkannya dari agama
Nasrani dan mengembalikannya kepada agama paganis Romawi. Namun Valentine tetap
teguh memeluk agama Nasrani, dan dia dibunuh karenanya pada 14 Februari 270 M,
malam hari raya paganis Romawi: Lupercalia.
Ketika bangsa Romawi memeluk
Nasrani, mereka tetap melakukan perayaan paganis Lupercalia, hanya saja mereka
mengaitkannya dengan hari terbunuhnya Valentine untuk mengenangnya.
Syi’ar Perayaan
Hari Kasih Sayang
1.
Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.
2.
Saling memberi mawar merah, sebagai ungkapan
cinta, yang dalam budaya Romawi paganis merupakan bentuk cinta kepada
sesembahan kepada selain Allah Subahanahu wa Ta’ala.
3.
Menyebarkan kartu ucapan selamat hari raya
tersebut. Pada sebagiannya terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil dengan dua
sayap membawa busur dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam mitologi
Romawi paganis. Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka dengan
ketinggian yang besar.
4.
Saling memberi ucapan kasih sayang, rindu, dan
cinta dalam kartu ucapan yang saling mereka kirim.
5.
Di banyak negeri Nasrani diadakan perayaan
pada siang hari, dilanjutkan begadang sambil berdansa, bercampur baur lelaki
dan perempuan.
Beberapa versi kisah yang
disebutkan seputar perayaan ini dan simbolnya, St. Valentine, bisa memberikan
pencerahan kepada orang berakal. Terlebih lagi seorang muslim yang mentauhidkan
Allah Subahanahu wa Ta’ala. Pemaparan di atas menjelaskan hakikat perayaan ini
kepada kaum muslimin yang tidak tahu dan tertipu, kemudian ikut merayakannya.
Mereka hakikatnya meniru umat Nasrani yang sesat, dan mengambil segala yang
datang dari Barat, Nasrani, lagi atheis.
Renungan
Barangsiapa yang membaca kisah yang telah disebutkan seputar perayaan
paganis ini, akan jelas baginya hal-hal berikut:
1.
Asalnya adalah aqidah paganis (penyembahan
berhala) kaum Romawi, untuk mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka
ibadahi selain Allah Subahanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang merayakannya,
berarti dia merayakan momen pengagungan dan penyembahan berhala. Padahal Allah
Subahanahu wa Ta’ala telah mengingatkan kita dari perbuatan syirik:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ
وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ
الشَّاكِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan
kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya
akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena
itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur.”(Az-Zumar65-66)
Allah Subahanahu wa Ta’ala
juga menyatakan melalui lisan ‘Isa ‘alaihissalam:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ
اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ
أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah
ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (Al-Ma`idah: 72)
Dan seorang muslim wajib
berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.
2.
Awal mula perayaan ini di kalangan bangsa
Romawi paganis terkait dengan kisah dan khurafat yang tidak bisa diterima akal
sehat, apalagi akal seorang muslim yang beriman kepada Allah Subahanahu wa
Ta’ala dan para rasul-Nya.
Pada satu versi, disebutkan
bahwa seekor serigala betina menyusui Romulus
pendiri kota
Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Ini
menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang memberikan kekuatan fisik dan
kecerdasan pikiran hanyalah Allah Subahanahu wa Ta’ala, Dzat Maha Pencipta,
bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada perayaan itu kaum Romawi
paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan mereka, dengan
keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah terjadinya keburukan dari
mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan mereka dari serigala. Padahal,
akal yang sehat mengetahui bahwa berhala tidaklah dapat menimpakan kemudaratan,
tidak pula bisa memberikan suatu kemanfaatan.
Bagaimana mungkin seorang
berakal mau ikut merayakan perayaan seperti ini? Terlebih lagi seorang muslim
yang Allah Subahanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan agama yang sempurna dan
aqidah yang lurus ini kepadanya.
3.
Di antara syi’ar jelek perayaan ini adalah
menyembelih anjing dan domba betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang
pemuda, kemudian darah itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus
tentu akan menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa
menerimanya.
4.
Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini
diperselisihkan, juga dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur
meragukannya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi.
Sehingga pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini
yang mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan perayaan
ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah Nasrani, ed.)
mereka, masih diragukan. Bila merayakannya teranggap sebagai aib bagi kaum
Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka dan mengubah kitab mereka,
tentu lebih tercela bila seorang muslim yang ikut merayakannya. Dan bila benar
bahwa perayaan ini terkait dengan terbunuhnya St.
Valentine karena mempertahankan agama Nasrani, maka apa hubungan kaum muslimin
dengan St. Valentine?
5.
Para pemuka Nasrani telah
menentang perayaan ini karena timbulnya kerusakan akhlak pemuda dan pemudi
akibat perayaan ini, maka dilaranglah perayaan ini di Italia, pusat Katholik.
Lalu perayaan ini muncul kembali dan tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke
negeri kaum muslimin. Bila pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari
perayaan ini, maka wajib bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan
hakikatnya dan hukum merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang
awam untuk mengingkari dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang
ikut merayakannya atau menularkannya kepada kaum muslimin.
Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?
Sebagian kaum muslimin yang
ikut merayakannya mengatakan bahwa Islam juga mengajak kepada kecintaan dan
kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang adalah saat yang tepat untuk menyebarkan rasa
cinta di antara kaum muslimin. Sehingga, apa yang menghalangi untuk
merayakannya?
Jawaban
terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:
1.
Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala. Hari raya merupakan salah
satu syi’ar agama yang agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya
kecuali hari Jum’at, Idul Fithri, dan Idul Adh-ha. Perkara ibadah harus ada
dalilnya. Tidak bisa seseorang membuat hari raya sendiri, yang tidak
disyariatkan oleh Allah Subahanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Berdasarkan hal ini, perayaan
Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang diada-adakan, adalah perbuatan
mengada-adakan (bid’ah) dalam agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi
terhadap Allah Subahanahu wa Ta’ala, Dzat yang telah menetapkan syariat.
2.
Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk
tasyabbuh (menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang
meniru mereka, padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.
Ketika seorang muslim
dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang termasuk agama mereka,
maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka menirunya dari
para penyembah berhala?
Seorang muslim dilarang
menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala ataupun ahli kitab– baik
dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat yang menjadi kebiasaan, akhlak,
dan perilaku mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ
تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ
لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ
آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ
الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada
mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan
mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)
Tasyabbuh (menyerupai) orang
kafir dalam perkara agama mereka di antaranya adalah Hari Kasih Sayang– lebih
berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku.
Karena agama mereka tidak lepas dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang
telah diubah, atau yang telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam).
Sehingga, tidak ada sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana
mendekatkan diri kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala.
3.
Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa
ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa
membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi
agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah
bersikap adil dan tidak mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik
–bila masih punya hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau
membantu memerangi kaum muslimin. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
لاَ يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(Al-Mumtahanah: 8)
Bersikap adil dan baik
terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang
dengan mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala bahkan memerintahkan untuk tidak
berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:
لاَ تَجِدُ قَوْمًا
يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ
أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
t berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta dan
loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan
melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)
4.
Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini
semenjak dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di
luar hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang
karenanya pemuka agama Nasrani pada waktu itu menentang dan melarangnya.
Kebanyakan pemuda muslimin
merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena keyakinan khurafat
sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal ini tetaplah tidak bisa
menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam salah satu
perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin
hubungan cinta dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, yang merupakan
pintu menuju zina.
Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim
1. Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang
merayakannya, atau menghadirinya.
2. Tidak membantu/mendukung orang kafir dalam
perayaan mereka, dengan memberikan hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan
itu atau syi’ar-syi’arnya, atau meminjaminya.
3. Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan
merayakannya. Bahkan ia wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang
merayakan hari raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.
Dari sini, kaum muslimin
tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik) bertema Hari Kasih Sayang,
baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu ucapan selamat, atau lainnya. Karena
memperjualbelikannya termasuk membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak
boleh bagi orang yang diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya.
Karena, menerimanya mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.
4. Tidak memberikan ucapan selamat Hari Kasih
Sayang, karena hari itu bukanlah hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang
muslim diberi ucapan selamat Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh
membalasnya.
5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari
raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.
0 komentar: