CINTA ITU APA. . ?
09.44
By
Muhammad Akbar
0
komentar
Cinta berpijak pada perasaan sekaligus akal sehat — Miskonsepsi
pertama yang ditentang Bowman adalah manusia jatuh cinta dengan menggunakan
perasaan belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar tidak
menimbulkan kekacauan di kemudian hari, kita diharapkan untuk juga menggunakan
akal sehat. Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa
bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi
tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok dari mana kita
berasal. Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat jatuh
cinta, dan tidak bisa dimintai pertanggungan jawab bila perbuatan-perbuatan
impulsif itu berakibat buruk suatu ketika nanti. Kehilangan perspektif bukanlah
pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal kebodohan.
Cinta membutuhkan proses — Bowman juga menolak anggapan cinta bisa
berasal dari pandangan pertama. "Cinta itu tumbuh dan berkembang dan
merupakan emosi yang kompleks," katanya. Untuk tumbuh dan berkembang,
cinta membutuhkan waktu. Jadi memang tidak mungkin kita mencintai seseorang
yang tidak ketahuan asal-usulnya dengan begitu saja. Cinta tidak pernah
menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang hanya ketika
dua individu telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap hidup dan
memutuskan untuk memilih sebagai titik fokus baru. Yang mungkin terjadi dalam
fenomena "cinta pada pandangan pertama" adalah pasangan terserang
perasaan saling tertarik yang sangat kuat-bahkan sampai tergila-gila. Kemudian
perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa menempuh masa jeda. Dalam
kasus "cinta pada pandangan pertama", banyak orang tidak benar-benar
mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri.
Sebaliknya dengan orang yang benar-benar mencinta. Mereka mencintai pasangan sebagai
persolinatas yang utuh.
Cinta tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi* — Bukan cinta
namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan cinta bila kita
bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang mencinta tidak menganggap
kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai pasangan untuk berbagi, juga
untuk mengidentifikasi diri. Bila kita berkeinginan menguasai kekasih
(membatasi pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif, mengatur seleranya
berbusana) atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak
keberatan dinomorsekiankan), berarti kita belum siap memberi dan menerima
cinta.
Cinta itu konstruktif* — Individu yang mencinta berbuat
sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri sekaligus demi (kebanggaan) pasangan.
Dia berani berambisi, bermimpi konstruktif, dan merencanakan masa depan.
Sebaliknya dengan yang jatuh cinta impulsif. Bukannya berpikir dan bertindak
konstruktif, dia kehilangan ambisi, nafsu makan, dan minat terhadap masalah
sehari-hari. Yang dipikirkan hanya kesengsaraan pribadi. Impiannya pun tak
mungkin tercapai. Bahkan impian itu bisa menjadi subsitusi kenyataan.
Cinta tidak melenyapkan semua masalah* — Penganut faham romantik
percaya cinta bisa mengatasi masalah. Seakan-akan cinta itu obat bagi segala
penyakit ( panacea ). Kemiskinan dan banyak problem lain diyakini bisa diatasi
dengan berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta tidaklah seajaib itu. Cinta hanya
bisa membuat sepasang kekasih berani menghadapi masalah. Permasalahan seberat
apapun mungkin didekati dengan jernih agar bisa dicarikan jalan keluar. Orang
yang tengah mabuk kepayang berarti tidak benar-benar mencinta-cenderung
membutakan mata saat tercegat masalah. Alih-alih bertindak dengan akal sehat,
dia mengenyampingkan problem.
Cinta cenderung konstan* — Ya, cinta itu bergerak konstan. Maka kita
patut curiga bila grafik perasaan kita pada kekasih turun naik sangat tajam.
Kalau saat jauh kita merasa kekasih lebih hebat dibanding saat bersama, itu
pertanda kita mengidealisasikannya, bukan melihatnya secara realistis. Lantas
saat kembali bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah
segala bayangan hebat itu. Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih
hebat saat kita berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama
saat dia jauh. Hal sedemikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik fisik.
Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan, kita menyukainya
dalam kadar sebanding.
Cinta tidak bertumpu pada daya tarik fisik* — Dalam hubungan cinta,
daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bila kita menyukai kekasih hanya sebatas
fisik dan membencinya untuk banyak faktor lainnya.Saat jatuh cinta, kita
menikmati dan memberi makna penting bagi setiap kontak fisik. Kontak fisik,
ketahuilah, hanya terasa menyenangkan bila kita dan pasangan saling menyukai
personalitas masing-masing. Maka bukan cinta namanya, melainkan nafsu, bila
kita menganggap kontak fisik hanya memberi sensasi menyenangkan tanpa makna
apa-apa. Dalam cinta, afeksi terwujud belakangan saat hubungan kian dalam.
Sedang nafsu menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.
Cinta tidak buta, tapi menerima* — Cinta itu buta? Tidak sama sekali.
Orang yang mencinta melihat dan menyadari sisi buruk kekasih. Karena besarnya
cinta, dia berusaha menerima dan mentolerir. Tentu ada keinginan agar sisi
buruk itu membaik. Namun keinginan itu haruslah didasari perhatian dan maksud
baik. Tidak boleh ada kritik kasar, penolakan, kegeraman, atau rasa jijik.
Nafsulah yang buta. Meski pasangan sangat buruk, orang yang menjalin hubungan
dengan penuh nafsu menerima tanpa keinginan memperbaiki. Juga meninggalkan
pasangan saat keinginannya terpuaskan, hanya karena pasangan punya secuil
keburukan yang sangat mungkin diperbaiki.
Cinta memperhatikan kelanjutan hubungan* — Orang yang benar-benar
mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan kekasih. Dia menghindari
segala hal yang mungkin merusak hubungan. Sebisa mungkin dia melakukan tindakan
yang bisa memperkuat, mempertahankan, dan memajukan hubungan. Orang yang sedang
tergila-gila mungkin saja berusaha keras menyenangkan kekasih. Namun usaha itu
semata-mata dilakukan agar kekasih menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan
yang diincar. Orang yang mencinta menyenangkan pasangan untuk memperkuat
hubungan.
Cinta berani melakukan hal menyakitkan (demi yang dicintai)* — Selain
berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh mencinta memiliki
perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan hal yang
tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang berkata
"tidak" saat anaknya minta es krim, padahal sedang flu. Begitulah
kita semua seharusnya bersikap pada pasangan.
0 komentar: